OKU Timur – Memperingati Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2025, Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Kabupaten OKU Timur, Syupriadi, mengajak seluruh insan pers untuk kembali pada marwahnya sebagai penjaga demokrasi dan pilar keempat bangsa. Ia menekankan bahwa peran pers tidak boleh hanya menjadi pelengkap upacara, apalagi sekadar alat legitimasi bagi kepentingan politik atau kekuasaan.
“Peringatan Hari Lahir Pancasila harus menjadi momentum refleksi bagi insan pers. Kita ini bukan corong kekuasaan, tapi penjaga akal sehat publik. Jangan sampai kita kehilangan arah, apalagi menjual profesi demi kepentingan sesaat,” tegas Syupriadi, Sabtu (1/6/2025).
Menurutnya, sila-sila dalam Pancasila, terutama Persatuan Indonesia dan Keadilan Sosial, hanya bisa diwujudkan jika pers bekerja dengan integritas, jujur, dan berpihak pada kebenaran.
“Nilai-nilai Pancasila tidak akan hidup jika persnya takut bersuara. Kalau kita bungkam karena tekanan, atau justru ikut menyebar narasi-narasi semu untuk kepentingan elit, maka pers telah gagal menjaga ruh Pancasila,” ujarnya.
Syupriadi menilai saat ini banyak ruang publik yang tercemar oleh hoaks dan disinformasi, bukan hanya dari luar, tapi juga dari media abal-abal dan oknum yang mengaku wartawan tanpa kompetensi.
“Bicara hoaks bukan hanya tanggung jawab masyarakat. Pers juga harus introspeksi. Kita harus berani bersih-bersih internal. Jangan bangga bawa-bawa nama pers, kalau isinya hanya formalitas tanpa etik,” kata Syupriadi.
Ia juga menyerukan agar organisasi-organisasi wartawan yang ada benar-benar membina anggotanya untuk menjunjung tinggi kode etik jurnalistik dan profesionalisme.
“Jangan hanya kumpul untuk dapat SK dan stempel. Kita ini bukan organisasi stempel, kita ini benteng peradaban. Organisasi wartawan harus jadi tempat kaderisasi jurnalis berkualitas, bukan tempat berlindung bagi yang ingin cari nama dan proyek,” tegasnya.
Lebih lanjut, Syupriadi mengajak rekan-rekan media di daerah untuk bersama-sama membangun jurnalisme yang berwawasan kebangsaan, solutif, dan edukatif.
“Di tengah polarisasi politik dan konflik sosial, pers harus jadi pemersatu. Bukan malah memperkeruh. Pancasila mengajarkan gotong royong, bukan provokasi,” ucapnya.
Mengakhiri pernyataannya, Syupriadi menegaskan bahwa tugas utama pers hari ini bukan hanya menyampaikan informasi, tapi menjaga harapan rakyat agar tetap hidup di tengah gempuran kepalsuan.
“Kalau kita masih mengaku wartawan, maka kita punya tanggung jawab sejarah: menjaga warisan para pendiri bangsa, termasuk menjaga nilai-nilai Pancasila dari pengkhianatan di ruang publik,” pungkasnya. (®)
Discussion about this post